MAKALAH “HAKIKAT PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA”


MAKALAH
“HAKIKAT PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu:
Arif Humaini, S.S., M.Hum.

Disusun oleh:
1.      Siti Rahmianti                         20170820018
2.      Retno Widia Jasni N               20170820005
3.      Afifah Atiq Fadhilah               20170820017
4.      Nasywa Arfia I                       20170820020


PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2017/2018


DAFTAR ISI




BAB 1

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Pada awal bayi dilahirkan belum memiliki kemampuan dalam berbicara dengan orang lain. Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak memperoleh bahasa lain atau bahasa kedua yang ia kenal sebagai khazanah pengetahuan yang baru. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan keluarga dan lingkungan masyarakat disekitar anak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak merasakan bahasa ibu melalui beberapa hal. Diantaranya adalah dengan pertanyaan yang sering diajukan, respon verbal dan nonverbal yang diikuti dengan diterima, dan interaksi.
Pada perkembangan selanjutnya, anak mampu menambah kosa kata secara mandiri dalam bentuk komunikasi yang baik. Ketika anak belajar bahasa melalui interaksi dengan orang dewasa, anak-anak tidak hanya mempelajari redaksi kata dan kalimat melainkan juga struktur kata dan kalimat itu sendiri. Jika seorang ibu mengatakan kalimat yang salah, anak-anak usia dini tidak hanya menirukan dan memaknai arti kalimat tersebut, melainkan ia juga “mempelajari “ struktur kalimatnya. Oleh karenanya proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anakanak merupakan suatu perkara yang cukup menakjubkan bagi para pengkaji dalam bidang psikoliguistik.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu hakikat bahasa?
2.      Apa itu pemerolehan dan pembelajaran bahasa?
3.      Apa saja perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa?
4.      Apa saja teori pemerolehan bahasa anak?
5.      Apa saja tahap-tahap pemerolehan bahasa anak?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui maksud dari hakikat bahasa.
2.      Untuk mengetahui maksud dari pemerolehan dan pembelajaran bahasa.
3.      Untuk mengetahui perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa.
4.      Untuk mengetahui teori pemerolehan bahasa anak.
5.      Untuk mengetahui tahap-tahap pemerolehan bahasa anak.


BAB II

PEMBAHASAN


A.    Hakikat Bahasa

Kata bahasa tidaklah asing bagi kita. Setiap hari kita menggunakan bahasa. alam aktivitas untuk berkomunikasi digunakan bahasa, tidak ada peradaban tanpa bahasa tulis. Pernyataan tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan bahasa bagi perkembangan manusia dan kemanusiaan. Namun, apakah setiap alat komunikasi dapat disebut bahasa? Apakah penanda khusus bahasa manusia sebagai alat komunikasi yang membedakan dengan alat komunikasi yang lain? Perhatikan ilustrasi kasus berikut ini.
Pada suatu hari dalam perjalanan di dalam mobil angkot. Dua penumpang yang masih muda belia tertawa, tetapi tidak terdengar mereka melakukan interaksi secara verbal. Karena penasaran, saya mencoba memperhatikan apa yang mereka lakukan. Ternyata mereka adalah siswa-siswa tuna rungu sedang asyik berkomunikasi, akan tetapi komunikasi yang dilakukan tidak menggunakan bahasa. Mereka menggunakan jari-jari tangan untuk berkomunikasi. Dengan demikian mereka menggunakan bahasa isyarat. Kasus lain, ketika mengikuti kegiatan perkemahan pramuka. Hanya bunyi sempruitan dan sandi morse serta mengeerakkan bendera, mereka sudah berkumpul di lapangan.
Ilustrasi diatas membuktikan bahwa ternyata alat komunikasi sangat beragam. Ada yang menggunakan benda-benda, tanda, atau bunyi-bunyian. Bahasa, berupa bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia adalah juga alat komunikasi. Secara umum, komunikasi dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bnunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap  manusia yang merujuk pada bahasa tertentu. Mislanya bahasa Indonesia atau bahasa yang lain. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan bunyi-bunyi bahsa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Akan tetapi menggunakan alat-alat/tanda misalnya dengan gerakan jari tangan, ekspresi wajah, atau menggunakan benda-benda tertentu.


B.     Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa

Menurut Dardjowidjojo istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Sementara Chaer memberikan pengertian bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Definisi yang lain dikemukakan oleh Krashen bahwa pemerolehan bahasa sebagai "the product of a subconscious process very similar to the process children undergo when they acquire their first language. Dengan kata lain pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Pemerolehan bahasa (akuisisi bahasa) merupakan proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh, 2002)

 

C.    Perbedaan Pemerolehan dengan Pembelajaran Bahasa

Perbedaan pemerolehan maupun pembelajaran bahasa juga memiliki perbedaan sebagai berikut :
1)      Perbedaan motivasi atau tujuan, pemerolehan bahasa digunakan sebagai dasar dalam berkomunikasi dengan orang disekitarnya, sedangkan pembelajaran didasari oleh motif tertentu seperti ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya.
2)      Pemerolehan bahasa dilakukan secara tidak sadar, sedangkan pembelajaran bahasa dilakukan secara sadar oleh individu yang bersangkutan.
3)      Model dalam pemerolehan bahasa pertama adalah bahasa pertama yang digunakan di lingkungannya, sedangkan pembelajaran biasanya objek bahasanya adalah bahasa kedua. Misalnya, di suku Jawa bahasa pertama adalah bahasa Jawa dan bahasa kedua adalah bahasa Indonesia.
4)      Perbedaan waktu ini mengacu pada tahap yang dilalui dimana pemerolehan bahasa pertama biasanya pada waktu usia anak-anak dan yang paling baik pada masa periode masa kritis dan pembelajaran bahasa dapat dilakukan kapanpun.
5)      Pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran menolong sekali.

D.    Teori pemerolehan Bahasa Anak

1.      Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Sebagai contoh, seorang anak mengucap “bilangkali” untuk “barangkali” pasti anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi sepertiinilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

Berikut ini adalah beberapa prinsip behaviorisme:
(1) Teori belajar behaviorisme ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang dapat diamati.
(2) Kaum behavioaris menganggap bahwa (a) proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang, (b) manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa, (c) pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R, (d) semua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
 (3) Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian.
(4) Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R. (5) Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain.
(6) Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
(7) Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas latihan yang disodorkan.

2.    Teori Nativisme Chomsky

  Teori ini merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikusai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui“peniruan”.

3.      Teori Kognitivisme

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.8 Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

4.      Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Hal ini dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa. Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang anak.


E.     Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa

Tahap pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini dikarenakan bahasa pertama diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak. Ardiana dan syamsul Sodiq membagi tahap pemerolehan bahasa pertama menjadi empat tahap, yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik, tahap pemerolehan sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi.

1.      Tahap Pemerolehan Kompetensi dan Performansi

Dalam memperoleh bahasa pertama anak mengambil dua hal abstrak dalam teori linguistik yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika bahasa ibu yang dikuasai anak secara tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga komponen, yaitu semantik, sintaksis, dan fonologi dan diperoleh secara bertahap.
Pada tataran kompetensi ini terjadi proses analisis untuk merumuskan pemecahan-pemecahan masalah semantik, sintaksis, dan fonologi. Sebagai pusat pengetahuan dan pengembangan kebahasaan dalam otak anak, kompetensi memerlukan bantuan performansi untuk mengatasi masalah kebahasaan anak. Performansi adalah kemampuan seorang anak untuk memahami atau mendekodekan dalam proses reseptif dan kemampuan untuk menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif. Sehingga dapat kita gambarkan bahwa kompetensi merupakan ’bahannya’ dan performansi merupakan ‘alat’ yang menjembatani antara ‘bahan’ dengan perwujudan fonologi bahasa.

2.      Tahap Pemerolehan Semantik

Pemerolehan sintaksis bergantung pada pemerolehan semantik. Yang pertama diperoleh oleh anak bukanlah struktur sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum mampu mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajin mengumpulkan informasi tentang lingkungannya. Anak menyusun fitur-fitur semantic (sederhana) terhadap kata yang dikenalnya. Yang dipahami dan dikumpulkan oleh anak itu akan menjadi pengetahuan tentang dunianya. Pemahaman makna merupakan dasar pengujaran tuturan. Salah satu bentuk awal yang dikuasai anak adalah nomina, terutama yang akrab atau dekat dengan tempat tinggalnya, misalnya anggota keluarga, family dekat, binatang peliharaan, buah dan sebagainya. Kemudian diikuti dengan penguasaan verba secara bertingkat, dari verba yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti jatuh, pecah, habis, mandi, minum, dan pergi dikuasai lebih dahulu daripada verba jual dan beli. Dua kata terakhir memiliki tingkat kerumitan semantik yang lebih tinggi, misalnya adanya konsep benda yang pindah tangan dan konsep pembayaran.

3.      Tahap Pemerolehan Sintaksis

       Konstruksi sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun demikian, beberapa anak sudah mulai tampak pada usia setahun dan anak-anak yang lain di atas dua tahun. Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk mengungkapkan sesuatu dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi itu dimulai dari rangkaian dua kata. Konstruksi dua kata tersebut merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk mengungkapkan sesuatu. Anak mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili apa yang ia maksud. Pemakaian dan pergantian kata-kata tertentu pada posisi yang sama menunjukkan bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah ‘ayah datang’. Kata tersebut dapat divariasikan anak menjadi ‘ayah pergi’ atau ‘ibu datang’.

4.       Tahap Pemerolehan Fonologi

Secara fonologis, anak yang baru lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang amat mencolok dibanding orang dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari ukuran orang dewasa. Rongga mulut yang masih sempit itu hampir dipenuhi oleh lidah. Bertambahnya umur akan melebarkan rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi anak untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Pemerolehan fonologi atau bunyi-bunyi bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi dasar. Menurut Jakobson dalam Ardiana dan Syamsul Sodiq bunyi dasar dalam ujaran manusia adalah /p/, /a/, /i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan seterusnya.
       Kemudian pada usia satu tahun anak mulai mengisi bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi lainnya. Misalnya /p/ dikombinasikan dengan /a/ menjadi pa/ dan /m/ dikombunisakan dengan /a/ menjadi /ma/. Setelah anak mampu memproduksi bunyi maka seiring dengan berjalannya waktu, aanak akan lebih mahir dalam memproduksi bunyi. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan, kognitif dan juga alat ucapnya.

       Untuk lebih memperjelas tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama tersebut maka di bawah ini diuraikan tahap-tahap pemerolehan bahasa seorang anak. Menurut Arifuddin tahap pemerolehan bahasa dibagi menjadi empat tahap, yaitu praujaran, meraban, tahap satu kata, dan tahap penggabungan kata sebagai berikut:
       1. Tahap Pralinguistik (Masa Meraba) Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a. Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
b. Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
c. Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
d. Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya merupakan pengulangan konsonan dan v okal yang sama seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/.
       2. Tahap satu – kata Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12-18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu – kata mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut juga tahap holofrasis.
       3. Tahap dua – kata Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18-24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak hanyalah katakata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Katakata yang tidak penting, seperti halnya kalau kita menulis telegram, dihilangkan.
       4. Tahap banyak – kata Fase ini berlangsung ketika anak berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur 5-6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.

BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Bahasa merupakan alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
            Tahap pemerolehan bahasa pertama dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik, tahap pemerolehan sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi.
Psikolinguistik yang merupakan ilmu interdisipliner menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seorang anak mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh waktu anak berkomunikasi. Peran Psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak sangat penting karena dengan memamahami psikolinguistik orang tua atau guru dapat memahami proses yang terjadi dalam diri anak ketika seorang anak menyimak ataupun berbicara sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, orang tua atau guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.


DAFTAR PUSTAKA


http://sertifikasiguru.uad.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/BAB-I-Hakikat-Bahasa-dan-Pemerolehan-Bahasa-27.pdf
https://www.academia.edu/4797479/MAKALAH_BAHASA_INDONESIA_Pemerolehan_dan_Perkembangan_Bahasa_Anak_Semester_I_A_Mata_Kuliah_Bahasa_Indonesia
https://www.google.co.id/amp/s/gurubahasaindonesiavocsten.wordpress.com/2017/01/07/hakikat-bahasa-dan-pemerolehan-bahasa/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/isnaesturita.wordpress.com/2013/02/27/pemerolehan-dan-pembelajaran-bahasa/amp/


Komentar